SUARA INDONESIA JAWA TENGAH

Praktik Politik Uang Sulit Hasilkan Pemimpin Berkompeten, Ketua HIPMI: Masyarakat Harus Cerdas

Iwan Setiawan - 24 June 2024 | 11:06 - Dibaca 1.24k kali
Politik Praktik Politik Uang Sulit Hasilkan Pemimpin Berkompeten, Ketua HIPMI: Masyarakat Harus Cerdas
Ketua HIPMI Banjarnegara Andi Haryono dalam satu acara. (Foto: Dok. Andi Haryono untuk Suara Indonesia)

SUARA INDONESIA, BANJARNEGARA- Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Kabupaten Banjarnegara Andi Haryono menyebut, Pilkada mendatang jika didominasi atau bahkan hanya berorientasi pada praktik politik uang, maka akan sangat sulit untuk mendapatkan pemimpin yang berkompeten. Hal ini dikatakannya pada sebuah acara, belum lama ini.

"Bila Pilkada pada 27 November mendatang didominasi atau bahkan hanya berorientasi pada praktik politik uang, maka Kabupaten Banjarnegara sulit untuk mendapatkan pemimpin yang berkompeten. Kalau biaya politik tetap pasti ada, untuk konsolidasi, alat peraga kampanye dll, tapi untuk money politik semoga saja tidak," katanya.

Dikatakan Andi Haryono, berkaca pada pemilu lalu jika praktik politik uang sudah sangat memprihatinkan dan terkesan blak-blakan, maka dari itu masyarakat untuk waspada dan melawan praktik tersebut agar kelak mendapatkan pemimpin yang berkualitas dan benar-benar kompeten.

"Potensi politik uang pada Pilkada tahun ini sangat tinggi, oleh karena itu masyarakat harus cerdas dan lawan politik uang. Selain itu jika didominasi atau bahkan hanya berorientasi pada praktek politik uang, pasti akan sangat sulit menghasilkan pemimpin yang berkualitas dan kompeten sesuai yang diharapkan masyarakat," ungkapnya.

Andi Haryono juga mengingatkan Pilkada serentak nanti wajib dilaksanakan berdasarkan asas pemilu yang luber dan jurdil.

"Pilkada serentak 2024 harus dilaksanakan secara berintegritas, baik oleh penyelenggara, peserta maupun pemilih," imbuhnya.

Terakhir Ia juga mengajak masyarakat untuk mengkritisi praktik oligarki harus menjadi perhatian serius. Dukungan sponsor pendukung dipastikan tidak ada yang gratis, pasti ada kesepakatan yang harus dibayar setelah calon pemimpin tersebut memenangkan kontestasi.

"Diketahui bersama jika penghasilan seorang pemimpin daerah resminya adalah sekian, tapi ketika biaya yang dikeluarkan sudah tidak logis maka sangat besar kemungkinan mencari yang tidak resmi," katanya lagi.

"Belum lagi secara moral merasa sudah membeli suara rakyat, semua sudah terbayar di depan sehingga tanggungjawab moral pun berkurang dan masyarakat otomatis tidak bisa terlalu menuntut kinerja dan tanggungjawab pemimpinnya" pungkasnya.(*)

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Iwan Setiawan
Editor : Mahrus Sholih

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya