SUARA INDONESIA, PEMALANG - Februari ini merupakan masa puncak panen buah rambutan di wilayah Jawa Tengah. Ini ditandai dengan ratusan pedagang buah berwarna kuning kemerahan ini di sudut jalan kawasan kota di Kabupaten Pemalang. Salah satunya adalah Riswanto.
Saban hari, pedagang berusia 40 tahun ini, menjajakan buah rambutan di Jalan Pemuda, Kelurahan Mulyoharjo, Kecamatan Pemalang. Ketika dijumpai di lapaknya, Rabu (28/2/2024), dirinya mengaku meraup omzet puluhan juta rupiah setiap hari, hasil menjual buah rambutan tersebut.
Padahal, lapak Riswanto cukup sederhana. Ia hanya menggunakan alas terpal plastik sebagai tempat meletakkan buah. Bukan bangunan permanen seperti toko atau ruko. Lelaki ini buka mulai pukul 05.00 pagi, sampai dagangannya habis diserbu pembeli. Biasanya, puncak penjualan berlangsung pada sore hari.
Kepada awak media, bapak dua anak ini menjelaskan, sehari ia mampu menjual buah rambutan hingga 4,5 ton dengan omzet puluhan juta rupiah. "Hari ini saya menjual 4.5 ton buah rambutan dengan jaminan rasa manis ngelotok atau mengelupas sendiri antara buah dan biji," kata Riswanto.
Menurut dia, buah rambutan yang dia jual didapat langsung dari petani dari Kabupaten Jepara, sehingga dirinya bisa menjual di bawah harga rata-rata penjual lainnya. "Ada beberapa jenis rambutan yang saya jual. Mulai dari Binjai, Lebak hingga yang paling banyak dicari pembeli yaitu rambutan Rapiah. Harga mulai dari Rp 7.000 hingga Rp 15 ribu," terangnya.
Riswanto menambahkan, dirinya sudah hampir 10 tahun berjualan rambutan setiap kali datang musim buah yang harganya merakyat ini. Ia dibantu oleh istri dan dua saudaranya berjualan di dekat gedung Golkar Kabupaten Pemalang tersebut.
Sementara itu, Melly (45), salah seorang pembeli rambutan menuturkan, jika dirinya hampir kerap membeli rambutan di lapak milik Riswanto ini. "Saya biasa beli tiga sampai lima kilo. Harganya lebih murah dan rasanya juga tidak mengecewakan," tuturnya. (*)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Ragil Surono |
Editor | : Mahrus Sholih |
Komentar & Reaksi